Seingat saya
sampai asrama sekitar pukul sembilanan dengan kondisi masih agak ndredeg karena belum terbiasa main ‘akrobat’
kaya dijalan tadi. hehe... setelah itu jadi cukup kaget karena ternyata personil
asrama masih lengkap, sebab bila membaca rencana dan pertimbangan kalau saya sampai
diasrama bakal malam, saya bakal masuk kloter terakhir untuk jalan-jalan
selanjutnya ini (red, jalan-jalan asrama). Sempat mikir, kalau tau bakal
ditunggu sampai selarut ini kan lebih baik saya ga usah ikut karena kasian
teman-teman yang lain. Tapi yasudahlah...
Setelah itu
kami langsung berangkat naik dua mobil, tanpa ganti dan buka baju selapispun
dengan pede-nya saya masuk berada ditengah teman-teman dimobil yang cukup imut
itu. Setelahnya tanpa mikir aroma yang semriwing efek dari ga ketemu sabun dari
tah kapan saya tepar sepanjang perjalanan, tau-tau nyampe aja.
Selintas ingatan
saya tentang malam itu; api unggun, donat, jagung, ubi, lingkaran teman-teman,
obrolan dan berakhir menyerahkan badan didinginnya pasir hingga pagi.
***
Setelah sholat
subuh temen-temen putra langsung ‘mainan air’. Saya yang awalnya duduk menonton
saja akhirnya jadi satu dari dua wanita (baca sama Mba ja) yang pertama
nyeburin diri ke laut, kemudian dengan gaya malu-malu diikuti teman-teman lain.
Hehee...
***
Teringat satu
ayat yang menampar saya pada saat itu,”Maka barang
siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan
mereka tidak bersedih hati” Albaqarah
38.
“Aku mencari kebahagiaan dari tempat tertinggi dimana
bersemayamnya para dewa sampai landai terendah tempat berkumpulnya lelembut.
Mencari secercah bahagia yang kataku telah hilang.
Namun pada akhirnya aku mengerti, kebahagiaan akan ada bila aku menghendakinya
dan tetap tersembunyi selama aku mengizinkannya. Kebahagiaan terlihat pada
bagaimana aku menikmati aktivitas. Apakah aktivitas itu hanya sebagai rutinitas
sehingga menjadi beban, ataukah sebuah proses yang dijalani dengan semangat dan
kesyukuran. Memandang optimis dan bersyukur atas apa yang ada dan diterima, dan
tidak melihat kekurangan sebagai pembanding.”
Persaudaraan
ini terjalin karena Iman dalam dada. Allah yang memilih dan mengikatnya. Dia
yang menentukan siapa yang pergi atau tetap bersama. Kita manusia hanya
berusaha untuk saling menjaga. Terus mengingatkan akan cinta dan cita. Dan
dijalan ini hatiku terpaut. Semoga Allah terus menjaga semangat ini.
~Aez~
Perjalanan panjang mencari makna
Jogja-Banjarnegara-Dieng-Wonosobo-Banjarnegara-Jogja-Sleman-Gunung
Kidul-Sleman
2 komentar:
ternyata wis diciduk kabeh..
wes lah, #minder nggak jadi terbit, :p
Ini ceritaku anak muda, mana ceritamu. Cerita kita tak selalu sama bukan?
Ditunggu!!!
*ngelus kumis*
Posting Komentar