:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r: :s: :t: :u: :v: :w: :x: :y: :z: :1: :2: :3: :4: :5: :6: :7: :8: :9: :10: :11: :12: :13: :14:

Welcome In my blog

"Kata-kata bisa mengobati atau melukai, memberikan harapan atau merampasnya"

Aez Quote

Not trial and error but trial and learn

Total Tayangan Halaman

Lokinfo

Translate

Tag Cloud

Entry Populer

Selasa, 15 April 2014

Pendidikan-kami Kenapa? #1


Sedikit ‘beruntung’ angkatan saya masuk disaat kurikulum baru lahir. Setidaknya Dosen jadi lebih mudah memberikan tugas buat kami-kami untuk ‘mengobrak-abrik’ kurikulum ini. Kritisi, analisis, perbaiki, latih dan banyak lagi perintah yang sumbernya dari baby kurikulum tersebut. Selamatlah mereka yang telah hadir sebelum angkatan kami. *lap keringat*




Setidaknya dinegri ini ada tiga masalah utama dari pendidikan yang katanya sudah jor-joran dalam pembiayaan itu. Dari pendidikan yang belum tepat guna, pendidikan belum untuk semua lah katanya, bahkan yang lebih bikin saya gregetan adalah fakta bahwa ‘pendidikan belum menyenangkan’ nangkring di trek pertama menjadi masalah krusial di bangsa ini. What the… it’s clasic men. Dari dulu hingga saat ini, masalahnya itu, itu dan masih itu lagi. Nggak terlalu oon kan kalau saya tanya, kenapa?

Fakta diatasa saya dapat dari kelas penjaminan mutu yang saya ambil smester ini. Pada saat pembahasan berlangsung saya menemukan gambaran solusi dari tiap poin masalah diatas yang terus blingsatan diotak saya tak sabar menanti pemateri menyelesaikan pembahasan agar dapat dimuntahkan semua. Bila bisa digambarkan mungkin jadi seperti ini.

1.      Waktu pemateri ngocehin kasus pertama: Pendidikan belum menyenangkan


Oh men, gue tau banget poin ini. Tapi gue heran, dari dulu belum nemu juga nih solusinya? Ah mesti kasian ade-ade gue yang masi sekolah sekarang. Kesiksa.

Padahal asal tau aja, kenapa gue kadang ngrasa seperti itu jaman sekolah dulu, karena gue GA TAU belajar materi itu buat apaan. Manfaatnya buat idup gue selanjutnya apa? (maklum jaman itu masih labil, peduli apa sama rumus-rumus fisika selain nanti Cuma ngeliat mereka nampang dikertas soal UN atau SNMPTN?)

Yah.. gue ga tau ini bener atau enggak, hanya mungkin sepertinya akan lain cerita kalau sebelumnya gue dikasih tau manfaat dari pelajaran itu. Mungkin gue gak akan ‘setidaksuka’ itu. Tapi seenggaknya perasaan itu sedikit tertolong setiap gue mandangin temen-temen yang udah pasti gak lanjut kuliah. Soalnya dari situ gue masih bisa mohon-mohon sama otak gue buat tetap fokus “ayo pahami, tar soal-soal masuk kuliahan beginian loh”.

Sebelumnya maaf, mungkin gue memang punya tipe otak yang selalu berontak untuk hal-hal yang itu belum dapat lisensi ‘baik’ sama otak gue, hanya mungkin tertolong sama kemampuan verbal gue yang minus. Jadi masih bisa tercover ‘anteng’. Ini juga sepertinya selalu jadi penyebab kenapa gue selalu tremor sama yang namanya tes wawancara. Hohoho…ups, Ok, back to topik.

Gue contohin, alasan kenapa gue suka sama makul penjaminan mutu ini, soalnya gue BUTUH MATA KULIAH INI.  Salah satu alasannya adalah gue butuh buat tau kenapa dulu gue gak suka belajar dikelas, yaa ditambah alasan-alasan lain juga. Biar ntar kalau ada siswa yang nasibnya gak jauh beda sama gue, gue bisa kasih solusi sama dia. Dan kalian tau efek dari rasa BUTUH ini : gue gak pernah telat masuk kelas, semangat buat duduk didepan dan gue selalu perhatiin setiap materi yang dibawain sama dosen. Ada yang ga ngerti, nanya! (FYI ini hal langka dalam kehidupan perkuliahan gue sodara-sodara). Gak peduli dosennya kayak apa, yang pasti gue pingin nguasain makul ini entah gimana caranya.

See, Semua ini gue lakuin karena gue BUTUH. Hal yang jarang gue rasain dulu. Karena dulu bagi gue SEKOLAH ITU ‘HANYA’ KEWAJIBAN. Kewajiban gue untuk agama gue, untuk ortu gue; yang jumpalitan kerja rodi dipulau yang gambarnya cuma sak uprit kalau lihat di peta, untuk bangsa gue; yang ga pingin nambah-nambahin orang oon didalamnya. Ini salah kah? GAK!!! Itu udah bener, Cuma untuk diri gue, rasa-rasanya gue lupa untuk nambahin rasa BUTUh tadi yang mungkin akan buat masa-masa sembilan taun gue lebih bermakna.

Saat inipun gue jadi BUTUH dan ‘terpaksa’ suka sama semua makul. Karena gue tau, gue BUTUH mereka semua untuk kehidupan gue kedepan karena gue gak mau jadi guru yang berada dijajaran ‘blacklist’ murid-murid gue kelak.
Must Be!

Oh iya, tetapi saat pembahasan poin ini kelas saya sepakat yang jadi masalah utama adalah ketidak profesionalan guru. -Yang mungkin sengaja diangkat karena konsen kami disitu-. Salah satu argumen yang diberikan teman saya fokus pada guru-guru ‘tua’, yang menjadikan proses pembelajaran monoton karena guru melakukan KBM sekedar rutunitas. Jadi mereka masuk kelas, say hello (lalu) mungkin basa-basi menanyakan “sampai mana materi kita?” kemudian melanjutkan pelajaran sampai bel ‘kebebasan’ itu berbunyi. Solusi kongkrit dari temen saya itu adalah buatlah improvisasi dan inovasi. Bukankah ada begitu banyak metode active learning yang sudah dipelajari?

Kembali keotak saya.
Kalau saya tetep keukeuh sama menimbulkan rasa BUTUH tadi, jika memang guru yang menjadi masalah utama, tumbuhkanlah rasa BUTUH itu juga dalam diri mereka.

Yap, mungkin menumbuhkan rasa BUTUH kepada para siswa membutuhkan sistem yang terencana dalam pendidikan kita. Dikonsep sedemikian rupa sejak awal, entah itu dari model pengajaran dan bla..bla.. tapi jika menunggu itu terlalu sulit, usul konktrit dari saya adalah : ‘dalam dunia guru mengenal yang namanya apersepsi, coba kita maksimalkan bagian ini. Bukan hanya sekedar agar siswa-siswa itu ‘siap’ tetapi juga memberikan setitik pemahaman bahwa pelajaran yang akan mereka pelajari ini akan mereka BUTUHKAN untuk kelangsungan hidup mereka.

Sedang pesan otak saya untuk para pengajar saat itu : semoga rasa BUTUH untuk mencerdaskan siswa-siswimu itu tumbuh dalam artian yang sebenarnya, bukan hanya untuk mendapat gaji, agar mereka bisa masuk uneversitas A atau B dan bla..bla…
Juga, setidaknya belajar dan terapkanlah metode-metode yang menarik itu wahai para guru, bukan saja agar murid bahagia dan betah dikelasmu tetapi juga untuk menyirami jiwamu yang sebenarnya lelah dan jemu itu. Saya yakin para guru paham maksud saya ini. ^^


2.      Kemudian pemateri melanjutkan membaca kasus kedua : Pendidikan belum untuk semua
Pemateri menyampaikan hal ini melihat fenomena bahwa pendidikan belum mencakup untuk semua kalangan. Terutama melihat daerah-daerah terpencil yang pendidikannya dikatakan minus.

Kemudian otak saya teriak-teriak. Kenapa bisa seperti itu? Apa gunanya banyak pengangguran guru di Indonesia ini? Bukannya dulu program bangun desa atau kembali kedesa sudah pernah ada? Bukannya tinggal diterapkan? Oh iya ya, tapi siapa yang mau ngajar ditempat-tempat terpencil ya? Gajinya dikit, jauh dari peradaban. Tugas pemerintah ini seharusnya! *map pemirsah, otak saya emang minta digebukin ini agaknya, hoho* kenapa ini terjadi. Sekali lagi, karena kita para guru belum ngrasa BUTUH untuk mencerdaskan bangsa ini dalam artian yang sebenarnya titik

3.      Masuk kasus terakhir : Pendidikan belum tepat guna
Pemateri mengatakan kalau pendidikan kita belum bias menyediakan outcome yang dibutuhkan pasar.

Ngintip otak dikit : Wooiiii… kenapa kita melulu yang harus mengikuti pasar? Hah? Kenapa bukan kita yang menentukan arus pasar? Pantesan aja kita melulu jadi kacung. Kacung yang tak berkualitas pula. Mana ini kerja pemerintah. System pendidikan masih morat-marit gini.
 
Oh, what the...
S.T.O.P

Maafkan otak saya itu ya, maklum dia duduk dikelas tanpa sebelumnya membaca materi yang ada jadi ya ngaco seperti itu. Eunggg… tapi bukan itu poin yang ingin saya tekankan disini. Meskipun saya belum membaca referensinya bahkan untuk mahasiswa yang tidak terlalu pintar (tapi cerdas banget #plak. *doa loh ini)) seprti saya saja seketika itu langsung terfikirkan solusi yang bisa diambil (meski validitasnnya masih dipertanyakan). Bukankah itu artinya mereka yang lebih berpengalaman seharusnya sudah bisa menemukan ide-ide brilian untuk mengantisipasinya? Tetapi pada kenyataannya sampai sekarang masalah ini masih saja belum terselesaikan.

Sekali lagi gak terlalu oon kan kalau saya Tanya, kenapa?

Oh iya, seiring diskusi berlangsung apakah kemudian akhirnya saya meneriakkan apa yang ada diotak saya tadi? TERNYATA TIDAK! Loh kenapa?
Tunggu jawabannya di Part #2….
Hehe

-Ditulis disela nyelesein tugas kelompok bareng orang-orang, eunggg...mmm... keren deeeh *kepaksa* hehe...-
Read more...
separador
Diberdayakan oleh Blogger.

Salam ^__^

Foto saya
Jogjakarta Hadiningrat, Indonesia
Terkadang tulisan seperti diam, adalah pilihan terbaik disaat hati dan lidah lelah untuk berkata.. Welcome In My Abstract Mind... ^^

Categories

Followers