:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r: :s: :t: :u: :v: :w: :x: :y: :z: :1: :2: :3: :4: :5: :6: :7: :8: :9: :10: :11: :12: :13: :14:

Welcome In my blog

"Kata-kata bisa mengobati atau melukai, memberikan harapan atau merampasnya"

Aez Quote

Not trial and error but trial and learn

Total Tayangan Halaman

Lokinfo

Translate

Tag Cloud

Entry Populer

Selasa, 05 November 2013

Ingatan Kematian





Mereka yang mempuyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami,

Mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat,

Dan mereka mempunyai telinga, tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu penaka binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Q.S Al-A’raaf : 179

Bismillah
Jika hidup adalah sebuah fungsi waktu, bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik diujung kanan. Kematian. Disanalah harus dicitakan sebuah akhir setinggi-tingginya. Apapun yang kau minta, mintalah pada Allah. Surgapun bertingkatan. Maka mintalah yang paling tinggi. Firdaus. Maka dalam hal mati, ambil pilihan tertinggi untuk menjadi cita dan rencana. Syahid. –perkataan Ustadz Salim yang membuat saya merinding-

Suatu kepastian bahwa setiap yang bernyawa akan mati. Maka dalam berjalan menuju itu kita diberikan pilihan untuk bagaimana mengakhirinya. Akan terasa indah bila diri kita memiliki kesadaran terhadap kepastian mengenai kematian.

Kesadaran membuat kita bisa mempersiapkan diri dan semua kebutuhan untuk melalui samudra kehidupan ini. Kesadaran adalah anugerah agar kita bisa memilih yang terbaik diantara banyaknya pilihan itu, seoptimal kemampuan kita. Kesadaran membuat mata kian terbuka, tubuh lebih ringan bergerak dan semua indra peka untuk merasakan berbagai keindahan hidup ketika mereka para lalai hanya mengutuk, mengumpat, gelagapan dan kesakitan dalam lautan nikmat Tuhan. Kenapa manusia bisa begitu mudah bersyukur dan bersabar? Salah satu jawaban termudah adalah karena ia sadar. Karena ia tidak lalai.-Ustadz Salim-

Ditangan kita digenggamkan banyak hal, kita diberi kebebasan untuk memilih. Kita adalah penentu atas diri kita sendiri. Bagaimana dengan takdir? Disebut takdir hanya pabila ia telah terjadi. Karena selalu ada ruang diantara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih diantara bermacam tawaran. Untuk menyusun cita dan rencana. Lalu bertindak dengan prinsip, “Kita bisa lari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah  yang lain, dengan takdir Allah pula” demikian tulis Ustadz Salim (lagi).

Bila kita tau bahwa kematian merupakan suatu kepastian, dan kita dibebaskan memilih cara kita untuk bagaimana menemuinya, sebagai orang yang sadar sudah seharusnya kita berfikir. Dan awal terjernih yang bisa saya ambil dalam penafsirkannya adalah bagaimana menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya. Dapat melihat dan membahagiakan orang lain adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya. Diri kita memang berhak bahagia, namun orang-orang disekitar kita lebih berhak untuk dibahagiakan. Prinsip hidup saya dalam mengartikan –bagaimana menjalani hidup ini sebaik-baiknya- yang ditentang habis-habisan oleh seseorang. Tapi bukankah hidup ini pilihan? Dan ini pilihan saya  so, Problem? *Pasang muka sesongong mungkin* hoho.

Masih ingat argumen terkerasnya, bayangkan bila kebahagiaan yang ingin orang berikan itu adalah untukmu, lalu dengan ‘tidak merasa bersalahnya’ kau berikan kebahagiaan itu untuk orang yang kau pikir lebih butuh. Maksudmu memang baik, tapi apakah tidak kau fikirkan sang pemberi bahagia tadi bagaimana perasaannya. (Perkataan seseorang yang sudah diperhalus dan lebih ditata tentu saja :p). Haiss... sudahlah, bukankah setiap pilihan selalu bergandengan dengan resiko? Dan saya udah gede, oke. Saya tau apa yang saya lakukan atau setidaknya meski itu salah saya udah bisa menentukan pilihan untuk diri saya sendiri! Hehe... ini bukan berarti saya keras kepala yo, begini-begini saya juga punya prinsip yang sudah jadi area pribadi. L *curhat karena ga terima dibilang keras kepala. -..-9*.

Bila kita berkata tentang pilihan lihatlah bagaimana tegasnya Habibah memilih berpisah dengan Tsabit atau keridhaan Nailah mendampingi Utsman, semua adalah pilihan dengan resikonya masing-masing. Namun yang menjadikannya indah adalah alasan dari kesemua pilihan tersebut. Lillah... Lillah.. Lillah...Karena selalu ada ruang diantara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih diantara bermacam tawaran.

Bila kau bertaya tentang kematian, tak merindingkah membayangkan Zaid yang tanpa ragu melangkah kepadang Mut’ah meski kematiannya telah tervoniskan, bagaimana Abdullah bin Rawahah tersenyum menemui Rab-Nya dimedan perang atau Khalid yang menemui citanya meski ia wafat diranjang. Tapi semua itu tercium wangi kisahnya hingga saat ini, karena Allah memberikan mereka hadiah cita tertinggi, Syahid.

Saya sedang tergila-gila dengan kisah-kisah para hero terdahulu. Bagaimana mereka mengjarkan keteguhan dalam hidup. Bahwa hidup ini tak melulu “cuma kamu yang punya masalah yang (sok) diberat-beratkan”. Bagaimana mengajarkan tersenyum saat tidak ada lagi alasan untuk bahagia. Bagaimana bahwa hidup adalah pilihan yang detiknya tak kan terulang, bagaimana bahagia tak selalu sebatas harap yang terkabulkan.

Kita yang memilih bagaimana diri kita dikenang. Kita yang menentukan tersenyum atau cemberut pada orang-orang disekitaran. Ditangan kita benci atau cinta dibunuh untuk membiarkan yang lainnya tetap hidup, yang lalu pilihan itu akan semerbak melingkupi diri kita, menjadikannya aura. Lihatlah mereka yang orang-orang nyaman berada diantaranya, senang memandangnya, bergetar dengan ucapanya. Meski wajahnya tak begitu memenuhi kriteria (hehe) namun semua menyukainya. Pikirkan darimana datangnya? Hati yang bening dan dipenuhi cinta yang tulus (kata salah satu kakak senior yang saya setujui dengan empat jempol).
***

Saat saya bercerita tentang kematian kenapa tanggapan teman-teman selalu sepaham, bergidik ngeri atau segera mencari topik lain dan mengancam saya agar jangan lagi berbicara yang bukan-bukan. hehe. Tapi bukankah sebaik-baik menginsyafi diri adalah dengan mengingat kematian? Karena entah kenapa akhir-akhir ini saya seperti berada dalam labirin yang bertautan. Dimanapun, menoleh, membaca, berdebat, diantara jeda waktu pengantar tidur, saat ritual ludah pagi, rasa-rasanya semua seperti menisbatkan pada hal yang sama, baik itu secara tersurat ataupun tersirat. Kematian. Meskipun entah apa maksudnya, tapi bukankah indah sekali cara Allah dalam mengingatkan saya untuk jangan jadi anak cengeng, meski awalnya cukup membuat gemeteran, hehe... Wallahu A’lam... ^^

Ah... tapi kenapa kematian selalu dibuat seseram itu, bukankah bertemu pada pemilikMu merupakan suatu kebahagiaan? Bukankah katanya Walal akhirotu Khoirullaka minal Ulaa...?
***

Ingatan kematian
Menjelma ia pada senyum yang tak berkesudahan
Atau air mata pada dosa yang membayang
Mengancam pada kesah yang hendak terikrarkan
Merayu pada pikiran baik tuk diunggulkan
Syukur dan sabar dipaksa menjadi nafas bergantian
Mendendang pada sayang yang tak harap imbalan
Meringan ibadah atau pengutuk sendi yang melumpuh
Menjadikan maaf tak memiliki waktu tunggu tuk diucapkan
Ingatan kematian, ialah nyawa untuk menutup hari ini dengan sebaik-baik persembahan
Juga menyaru pada satu kalimat penutup segala gundah yang tak berkesudahan
“Bukankah katamu Lillah, Vi?”
~Aez~
 
Bukan bermaksud bikin ngeri-ngerian, tapi gak ngerti mau dipasang poto apa lagi. mmm... tapi setidaknya kata-katanya gak terlalu buruklaah, cukup mewakili. :D

Larut Malam, Ruang Musyrifah Rusunawa
Diilhami penuh oleh buku-bukunya Ustadz Salim, Sirah Nabawiyah dan kesadaran pada ujung mata kematian...
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Salam ^__^

Foto saya
Jogjakarta Hadiningrat, Indonesia
Terkadang tulisan seperti diam, adalah pilihan terbaik disaat hati dan lidah lelah untuk berkata.. Welcome In My Abstract Mind... ^^

Categories

Followers