Seperti anak muda pada zamannya, saya dulu suka
sekali sama musik. Bahkan dalam sehari saja rasanya hampa jika tak
mendengarkannya barang sebentar. Meskipun saya bukanlah tipe yang selalu apdet
dalam jagad permusikan dalam artian tau apa saja lagu yang baru rilis. Tapi
masa itu setidaknya ada beberapa lagu ‘kebangsaan’ semacam SheilaOn7, Bondan,
beberapa yang bergenre Acapella, akustik, boyband sekelas westlife sampai
sondtracknya naruto adalah beberapa yang wajib nongkrong di play list.
Iya, saat itu.
Sampai pada suatu malam, saat hujan rintik-rintik,
diantara bunyi katak yang meraung-raung. Anginpun turut menghembuskan aroma
mistis, bulu kuduk berdiri satu persatu. Daun jendela yang lupa dikunci
berdecit-decit ditingkah angin. Malam semakin larut semakin kelam karena kabut,
dan tiba-tiba…. #PLAKKK -FOKUS WOii-
(T..T)q
Oke fokus, sampai suatu malam saya mengambil
keputusan besar dalam hidup saya. Dengan berat hati saya harus mengambil sikap…
untuk… untuk… untuk menghapus semua lagu dari play list hape saya.
Apa pasal? Gak ada si, ya waktu itu pingin aja. #eh
Bukan. Saya tau seberapa degil sifat saya. Kalau
masih ada wujud disana pasti bakal curi-curi kesempatan gimanapun caranya.
Dengan mengetahui kelemahan sendiri, untuk mensukseskan itu artinya harus
meninggalkan sekecil apapun kemungkinan yang akan menghambat semua niatan.
Menjauh untuk menjaga, sebenarnya saya benci konsep ini. Tapi, selama itu
mengutamakan Allah, setaksuka apapun saya terhadap hal itu, akan tetap saya
lakukan. #batu
Ketika itu awal-awal masuk kuliah. Saat Allah
memberi saya kelapangan semangat yang begitu besar untuk belajar menjadi ‘orang
baik’. Ada sebuah nasehat yang saya pegang dari hari itu sampai saat ini dan
InsyaAllah hingga nanti.
“” Lembutkan
Hati “
Hal yang harus selalu kamu
lakukan adalah lembutkan hatimu Vi. Perbaiki apa yang kamu dengar. Fikirkan apa
yang akan kamu ucapkan. Bergaulah dengan orang-orang baik. Hati itu sumber
segalanya. Kelak, akan kau rasakan, hati yang baik tak kan pernah membenci kecuali
karena Allah meskipun ia tersakiti. –dikutip dari buku agenda
“Perbaiki apa yang kamu dengar”. Kita itu adalah
kolaborasi dari apa yang kita baca, dengar
dan amati. Biasanya berawal dari apa yang kita dengar itulah nanti yang akan
kita ucapkan. Untuk diri pribadi saya sadar banget akan hal ini. Dalam arti
banyak hal saya itu sedikit sensitiv di bagian pendengaran dan penciuman (Tiba-tiba
berasa mirip hewan pengerat =..= ). Jadi ketika bertemu dengan orang baru
biasanya lebih cepat kenal dari suara. Misal ketika rapat menggunakan hijab
atau suara adzan tanpa melihatpun biasanya saya bisa menebak itu si A atau si
B. Beda kasusnya jika berhadapan langsung, sering ketemu juga masih suka
kebolak balik dia ini D atau E.
Hafalanpun demikian, sesekali butuh dibacakan
kemudian saya diam mendengar dengan menutup mata. Biasanya sih ampuh dan saya
dapat mengulang-ngulangnya. Yah, intinya begitu. Apa yang saya dengar sangat
mempengaruhi kemudian apa yang saya lisankan lebih jauh berpengaruh banyak
dalam diri saya.
Setelah play list music isinya murotal semua, mau
gak mau kan ya cuma itu yang bisa diputar. Meskipun awalnya agak gimanaa gitu
kalau dengerin begituan, karena dulu berasa kayak dirumah orang yang baru saja
meninggal. Astagfirullah… tapi
akhirnya witing tresna jalaran saka
kulina berlaku untuk kasus ini. Alhamdulillah
Awalnya saya mewajibkan diri untuk mendengar murotal
minimal dipagi hari dan sebelum tidur. Efeknya? Ternyata menakutkan sodara…
Setelah hari berganti tahun ada semacam reaksi ‘narkoba’
disana. Something loose ketika saya
tak mendengarnya. Dan… berasa aneh saat mendengar selainnya. Lebih jauh, saya
bisa sakau saat terlalu lama menjauh
dari bacaan itu. Entah apa sebabnya.
Beberapa kali saya merasakan efek dari sakau tersebut. Mood kacau, kelakuan makin gak terkontrol dan masih banyak lagi
yang bikin rusuh. Menjadi banyak bicara yang bukan gue banget. Saya itu punya habit mikirin apa yang udah saya ucapkan
sebelum tidur. Makanya semakin banyak bicara saya semakin lelah. Semakin susah
tidur. Berujung mimpi buruk berbentuk galau dan merasa bersalah. Berakhir saya
menjadi benci sekali dengan diri sendiri. Berbahagialah bagi mereka yang tidak
punya ‘penyakit’ seperti ini ya.
Setelah ditelisik salah satu penyebab kacaunya ini
adalah telinga saya sudah terlalu banyak menangkap hal-hal yang kurang penting
tanpa ditebus dengan hal-hal baik setelahnya. Lebih spesifik kemudian saya
mengingat kapan terakhir telinga ini menangkap ayat-ayat Allah itu.
Walau terdengar lebai tapi saya serius, ini
benar-benar serius gaes. Untuk diri saya pribadi efeknya separah itu
Rasa-rasanya di tubuh ini sudah terbentuk reaksi
ketagihan akan sesuatu yang disebut murotal. Meski tak paham bagaimana cara
kerjanya tapi sesuatu ini sangat mempengaruhi jiwa saya. Jika lama tak jumpa
tetiba saya bisa berubah menjadi orang yang menjengkelkan. Ia seperti orang
yang kehausan dan menuntut untuk dipenuhi hajatnya. Ada reaksi semacam rindu
saat lama tak jumpa. Rasa tak nyaman yang tak menahu apa sebabnya jika ia
dibiarkan berlarutan. Saya sudah kecanduan terlalu jauh ternyata, tapi.. tak apa kan?
Jadi maafkan saat saya kadang lepas control
jedag-jedug muterin play list andalan sampe seantero asrama denger. Itu bukan
bermaksud apa-apa. Serius…
***
Banyak hal terkadang yang tak kita pahami
dikehidupan ini. Parahnya tak semua kita berniat menjelaskan apa yang dirasakan.
Membiarkan ia mengalir menemukan jalannya. Sambil berharap-harap cemas semoga
ia selamat sampai tujuan.
Katanya, apa yang baik dimata kita tak selamanya
baik dimata Tuhan. Hanya berjalan dengan mengikuti aturanNya adalah hal yang
paling mungkin untuk sampai pada apa yang disukaiNya.
Jika penjagaan harus dilakukan dengan cara yang tak
disukai, mungkin dengan meletakkannya sebagai kewajiban dan bukan pilihan dapat
meredam pemberontakan ego yang meraksasa. Dengan kepercayaan penuh Tuhan
memiliki skenario terbaik atas apa yang telah kita usahakan.
***
Menjauh
untuk menjaga, sejujurnya saya benci konsep ini…
__Aez--
__Aez--