Tak
perlulah kutulis sebuah sajak sebagai penanda dramatis bahwa hidup ini
sebenarnya adalah semau-mau Tuhan. Tak perlulah ada puisi, atau elegi yang
mendayu-dayu sebagai prasasti yang kelak akan kita tangisi : bahwa dulu kita
pernah menyalahkan Tuhan atas kesemau-mauanNya.
Kehidupan
seseorang seperti buku yang dicipta oleh Tuhan. Tepatnya buku tanpa daftar isi.
Bukan karena Tuhan melakukan kesalahan, tetapi karena Dia memiliki aturan main untuk
kita, para tokoh utama pada setiap kisahnya. Aturan main itu –salah satunya-
bernama pilihan. Sebuah keputusan yang boleh diambil, tidak pun silahkan.
Tanpa
daftar isi itu kita dibiarkan meniti lembar demi lembar. Tanpa tahu potongan
hidup seperti apa lagi yang menanti kita didepan. Kita tak bisa melompat pada
judul yang kita suka dan meninggalkan yang –katanya- membuat sesak dada. Tuhan
itu adil, mana mungkin ia membiarkan kita berbuat curang sedemikian. Karena
dalam setiap potongan judul telah Tuhan sediakan cecap rasa yang akan kita
mengerti maksudnya mesti entah kapan.
Membiarkan
kita tersaruk-saruk meniti lembar demi lembar penuh air mata atau membebaskan
kita berlari dalam kenikmatan yang sering didustakan. Orang bijak mengatakan
itu yang disebut menjalani kehidupan. Nikmati setiap langkah dan helaan nafas,
pasti ada maksud dari semua yang ia gariskan. Sebab tampaknya Tuhan juga mencipta
magis : menciptakan tautan-tautan premis yang tak logis.
Hidup ini
memang semau-mau Tuhan, kawan. Tapi percayalah, ia pasti bertanggung jawab atas
apa yang Ia lakukan. Asal kau mau mengikuti aturan mainNya maka Ia pun akan
menyediakan ending yang jauh lebih indah dari yang kita sangka. Jangan lagi kau
risaukan mengenai daftar isi yang tak ada, justru itulah bukti kasih sayang
Tuhan pada kita, umatnya yang selalu senang dengan istilah kejutan.
***
_Aez--
Posko SL-26
0 komentar:
Posting Komentar