“Mukmin ialah cermin
bagi mukmin yang lain. Jika didapati bayangan itu bercela, maka yang pertama
harus dibenahi adalah dirinya sendiri nan sedang bekaca”
Itu adalah
catatan entah dari mana dan entah
kapan dibuku orek-orekan lama saya yang tanpa sengaja terbaca kembali dan karena
beberapa kalimat itu pulalah
yang membuat saya ada ditempat itu dan catatan ini ada.
***
Disebuah
sore yang mendung,
saya bermotor ria untuk menemui seorang teman. Setelah sampai, lalu saya ngglosor
begitu saja dikamar sempitnya.
Dia
teman yang cukup dekat bila diukur dari pengetahuannya tentang baik-buruknya
saya. Hingga senja menjelang, saya masih belum bergerak dari tempat dimana saya
duduk sejak awal datang tadi. Masih tekun menyimak jawaban dari pertanyaan yang
saya lontarkan beberapa puluh menit yang lalu. Sedang dia dengan santainya
nyerocos sambil tiduran dengan mata tak lepas dari TV yang sedang menayangkan
infotaiment dan sesekali melempar kacang dari toples kemulutnya. Tanpa beban dan
sangat tidak sopan. haha
Sampai
akhirnya ia berhenti dan menoleh saat saya sela dengan pertanyaan retoris penuh
ragu. “Emmm kok banyak banget sih? Masak kayak gitu tho?”
“Ah
elah, emang lu pikir, lo itu udah baik?” lalu kembali menekuni aktifitas
memasukkan sampah kekepalanya. Nonton infotaiment.
#jlebb
Benar-benar
tidak sopan anak satu itu. (-..-)
*But She is relly my closed friend #hug (^0^)/
***
Selama ini tanpa
kita sadari seringkali kita menyalahkan keadaan. Mengkritik tanpa punya solusi.
Berkata-kata seolah diri adalah yang paling benar atau patut dikasihani.
Menuntut pengertian tanpa sedikitpun memberi. Lebih celaka ketika merasa
lingkungan adalah masalah tanpa berniat melihat mungkinkah sebenarnya diri ini
masalahnya.
Status fesbuk
seorang teman, ia menuliskan; “Ketika anda mencari kebenaran.
Bersiaplah..... ia tidak mengenal teman. Ia akan menyerang siapa saja yang
menghalangi cahayanya termasuk harga diri dan prinsip hidup anda. Maka persaksikanlah
ketika anda meninggalkan KEBENARAN demi PEMBENARAN harga diri dan prinsip hidup
anda”
-Mas
Josa-
Begitulah
kebenaran. Kebenaran yang terkadang terasa menyakitkan. Terutama bila kebenaran
itu datang dari kekurangan diri sendiri. Kebenaran bahwa ternyata diri ini
begitu banyak membutuhkan pembenahan. Kebenaran bahwa ternyata dalam diri ini
masih bertumpuk keburukan. Dan lihatlah, betapa sering kita melakukan
pembenaran demi haga diri bahkan saat kebenaran itu nyata adanya. Kita tidak
terima dan terus tidak terima. Pertanda betapa hati itu begitu keras dan jauh
dari cahaya. Karena hanya hati yang lembutlah yang dapat dimasuki oleh
kebaikan.
Satu kelebihan yang
dimiliki manusia yaitu mudah sekali mencari cela orang lain namun sulit membaca
apa yang terjadi pada diri sendiri. Maka dari itu jangan heran ketika kita
merasa bahwa kita ‘baik-baik saja’ tetapi orang lain dapat melihat bahwa
sebenarnya kita sedang berada dalam masalah. Ya memang benar, orang lain hanya
melihat kulit dari struktur diri kita. Jadi jangan tersinggung bila terkadang
yang mereka nilai tidak selalu tepat. TAPI, CATAT! yang menilai diri kita adalah
orang lain. Sebaik apapun sangkaan kita pada diri ini namun tetap pandangan
orang lainlah yang memiliki hak untuk menilai
KITA ITU ORANGNYA SEPERTI APA. Maka bila ada suatu kebenaran tentang diri kita
entah apapun itu janganlah terburu-buru menyimpulkan. Bila kebenaran yang
datang adalah kebaikan, jangan cepat berpuas karena yang mereka lihat hanyalah
kulit. Namun bila kebenaran yang datang adalah keburukan jangan pula gegabah
melakukan pembenaran karena memang masih seperti itulah diri kita dimata orang
lain.
Bila suatu saat
datang suatu kebenaran tentang diri kita, artinya ya masih seperti itulah
kenyataan dan fakta tentang kita dimata orang lain dan yang orang lain
rasakan. Jangan marah. Karena sebenarnya, ibarat kaki yang tertusuk duri, maka rasa sakit itulah
kebenaran. Tanpa rasa sakit itu kita tidak pernah tahu bahwa ada duri bersarang
pada kaki kita yang diam-diam menjadikannya infeksi dan membuatnya
membusuk.
Begitulah rasa
sakit bekerja, membuat tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kaki
kita hingga kemudian kita dapat mengetahui lalu mengambil tindakan untuk
menghilangkan duri tersebut dan mengobatinya. Rasa sakit itu adalah kebenaran.
Dapat berupa nasehat ataupun kritik dari orang-orang yang berada didekat kita,
kaki itu sebagai
pernisbatan diri kita dan duri itu adalah keburukan. Keburukan yang diam-diam
bersarang. Maka dapat dibayangkan apabila rasa sakit (kebenaran) itu tak (kunjung) datang. Terlebih jika
kebenaran itu datang dari teman, orang disekitar kita atau sahabat dekat yang
notabenenya sering memperhatikan atau mengetahui
tentang kita. Maka apabila temanmu berbuat demikian tentulah ia mengharapkan
dirimu untuk menjadi yang lebih baik, baik, dan lebih baik lagi. Karena teman
yang baik bukan saja mau menerimamu apa adanya, namun juga memperbaikimu
sempurna adanya.
Dan apabila
telah datang kebenaran itu pada kita, maka saat itu pulalah waktunya move on.
Buang jauh-jauh rasa sakit hati yang biasanya datang akibat kritik tersebut.
Sungguh, bila boleh sedikit saya sok tahu, itu adalah ulah syaitonnirrojiim yang lagi-lagi berusaha merusak hati kita dengan
memasukkan pikiran buruk tentang orang yang mencoba menasehati kita. Orang ini sok banget sih, ngaca dulu kek
kalau mau ngkritik orang itu. Cobalah jangan asal ngomong, orang gak tau
apa-apa aja berisik. Astagfirullah.... jangan ya, jangan. Bahkan seharusnya
kita berterima kasih karena
masih ada yang peduli dengan kita. Tidak rela jika kita menjadi buruk. Maka
sekali lagi buang jauh-jauh rasa ‘benci’ yang terkadang datang tanpa diundang
itu. Dan JANGAN PULA SEKALI-KALI MELAKUKAN PEMBENARAN ATAS KEBURUKAN KITA.
Karena bila masih melakukan hal itu maka usaha kita untuk berubah menjadi lebih
baik akan sia-sia belaka.
Setelah semua
itu tak perlu galau. BUANG-BUANG ENERGI. Segera move on, dan kembali menjadi
dirimu yang jauh lebih baik lagi. Jadikan itu sebagai titik tolak untuk melejit
dan membuktikan BAHWA KEBURUKAN YANG DISEBUTKAN ITU SALAH. :)
Sekali lagi, bila kita merasa bahwa lingkungan kita
tak mendukung. Merasa orang-orang tak peduli, tak kounjung mengerti, atau tak
seperti keinginan hati. Merenunglah. Apakah yang salah dengan diri ini?
***
Disebuah
sore yang mendung,
saya bermotor ria untuk menemui seorang teman. Setelah sampai, lalu saya ngglosor
begitu saja dikamar sempitnya.
Setelah
beberapa saat basa basi. “eh, menurutmu aku itu apa aja sih jeleknya?”
...
“Haisshh...
gak usah kebanyakan mikir, sebutkan aja!”
***
____________________________________________
Hanya renungan menjelang
subuh yang indah dari orang yang sedang berbenah. Semoga tidak menggurui.
Emm... I'm Back, assalamu'alaikum... ^^v
~Catatan
Aez~
Mei 23, ‘13
Mei 23, ‘13
0 komentar:
Posting Komentar